Total Tayangan Halaman

Laman

Senin, 13 Juni 2011

Sejarah

Dinasti Mongol India
1 PENDAHULUAN
Sejarah yang dalam etimologi arabnya disebut dengan siroh adalah rangkaian peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu. Pengetahuan tentang sejarah sangatlah diperlukan umat manusia yang hidup setelah periode sejarah itu berlalu; karena dengan adanya pemahaman tentang sejarah dengan berbagai kejadian yang melengkapinya, maka manusia setelahnya akan mampu membuat sejrah kehidupannya sendiri dengan lebih baik tanpa mengulangi kembali sejarah kelam yang pernah diukir para pendahulunya.
Di antara konten sejarah yang pernah terjadi adalah sejarah kerajaan Mongol, salah satu dari tiga kerajaan besar terakhir Islam, yang menampakkan super powernya di daratan India menjelang sebelum hancur leburnya seluruh kekuasaan Islam dalam jurang kelam penjajahan bangsa-bangsa barat.
Mongol sebagai kerajaan Islam bersama minoritas pemeluknya, yang menguasai teritorial India dengan mayoritas penduduknya yang beragama Hindu adalah sebuah kerajaan yang sangat unik dan memiliki banyak kesamaan dengan negara Indonesia dari sisi dan corak keberagamaan, toleransi kebebasan beragama, pertanian, politik, dan yang lainnya.
Mongol sebagai suatu kerajaan adalah kerajaan yang sangat penting untuk dikaji, karena dari kerajaan inilah banyak sufi dan penyebar agama Islam yang menjadi juru dakwah agama Islam sekaligus benteng pertahanan Islam di seluruh persada nusantara ini.
Akhirnya teguran dan kritikan yang membangun penulis harapkan dari para ahli, dosen pembimbing, dan teman-teman diskusi untuk kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya.
Selanjutnya selamat membaca dan mendiskusikan makalah ini!
2. PEMBAHASAN.
2.1. Sejarah Kelahiran Dinasti Mongol
Kerajaan ini didirikan oleh Zahirudin Muhammad Babur pada tahun 1526 M, salah seorang keturunan Timur Lenk dari etnis Turki-Mongol, - seorang yang gagah berani sekaligus seorang muslim fanatik, dia pertama kali melakukan penyerangan ke India pada tahun 1398 M. namun tujuan dari ekspansi militer tersebut bukanlah untuk menguasai India. Hal ini terbukti dengan tindakan Timur Lenk mengangkat seorang warga India untuk menjadi Gubernur di Multan sekaligus wakilnya di india- sekaligus keturunan Jengiz Khan yang telah masuk Islam. Pemerintahan kerajaan Mongol berkuasa selama 3 abad lebih, terhitung mulai tahun berdirinya 1526 M sampai tahun kehancurannya 1858 M atau dengan istilah lain, kerajaan ini bertahan dan berkuasa selama 332 tahun.
Saat kerajaan ini lahir, sebelumnya di Asia kecil pada tahun 1300 M telah lahir kerajaan Turki Usmani, dan kerajaan Safawi di Persia pada tahun 1500 M. Pada perkembangan selanjutnya ketiga kerajaan ini menjadi kerajaan super power di dunia. Mereka dengan baik berhasil menguasai dan mengembangkan perekonomian, militer, politik, dan kebudayaan yang fantastik. Hasilnya, hingga kini kita bisa menikmati berbagai bangunan yang dibuat pada masa kesultanan Mongol di India, seperti Masjid Raya Delhi, Taj Mahal, dan Istana Fatehpur Sikri.
Adapun nama-nama penguasa kerajaan Mongol di India beserta periodesasi tahun kekuasaannya adalah sebagai berikut;
1. Zahiruddin Muhammad Babur (1526-1530)
2. Humayyun (1530-1556)
3. Akbar Syah (1556-1605)
4. Jahangir (1605-1627)
5. Syah Jehan (1627-1658)
6. Aurangzeb (Alamngir I, 1658-1707))
7. Bahadur Syah I (1707-1712)
8. Jihandar Syah (1712-1713)
9. Farruk Syiar (1713-1719)
10. Muhammad (1719-1748)
11. Ahmad (1748-1754)
12. Alamghir II (1754-1759)
13. Alam II (1759-1806)
14. Akbar II (1806-1837)
15. Bahadur syah II (1837-1858)
2.2. Periodesasi Dinasti Mongol Dari Kelahiran, Kejayaan, Hingga Keruntuhannya
2.2.1. Periode I, periode kelahiran dan usaha menjaga kelangsungan kekuasaan kerajaan (1526-1556)
Periode ini dimulai dengan dibentuknya kerajaan Mongol oleh Zahiruddin Muhammmad Babur pada tahun 1526 setelah kemenangan Babur di peperangan Paripat dengan Pasukan Ibrahim pada tahun itu juga. Yang karena kemenangan ini Babur secara penuh menjadi penguasa Delhi dan menproklamirkan dirinya sebagai maharaja Mongol yang pertama.
Pada masa pemerintahan Babur, kerajaan Mongol menjadi kerajaan Islam yang memiliki gairah humanisme dan toleransi yang besar kepada agama lain, khususnya agama hindu, sebagaimana yang diungkapkan Akbar S. Ahmed dalam bukunya “Rekonstruksi sejarah Islam”
…semangat humanism yang meresap dalam kekuasan Mughol. Perpaduan dan penghargaan terhadap agam-agama lain bukanlah strategi politik; ini adalah hal yang mendalam dan ikhlas. Alasannya besifat sosiologis: banyak pangeran Mughol adalah anak-anak dari ibu Hindu, banyak jenderal balatentara yang sangat kuat dan kokoh penting di dalam istana –penasehat-penasehat istana- adalah orang Hindu. Tapi alasan lainnya adalah Islam yang percaya diri dan berpendirian luas di mana Barbar membawanya dari Asia Tengah. Tindakan pertama Barbar setelah menaklukan Delhi adalah melarang penyembelihan sapi, karena hal tersebut menyerang umat hindu.
Namun, sangat disesalkan sekali ketika Babur meninggal dan tampuk kekuasaan berpindah ketangan Hummayun banyak terjadi kekacauan dan pertumpahan darah dikarenakan pemberontakan dari kalangan kerajaan atau ekspansi militer oleh pihak musuh. Namun atas bantuan Syah Thamshap I (1514-1576) penguasa Safawi, akhirnya Humayyun dapat merebut kembali Delhi pada tahun 1555 M setahun sebelum kematian Humayyun.
2.2.2. Periode II, Masa Kejayaan (1556-1707)
Periode ini di mulai dengan naiknya Akbar I sebagai raja Mongol pada tahun 1556 dan berakhir pada tahun1707 dengan meninggalnya raja keenam dinasti Mongol, Aurangzeb pada tahun 1707.
Yang menarik dari periode ini adalah ketika Akbar I memegang tampuk kekuasaan kerajaan Mongol, karena pada waktu itulah dinasti ini mencapai prestasi yang menakjubkan diberbagai lapangan kehidupan, seperti stabilitas politik ekonomi, industri, pertahanan dan lain-lainnya. sebagaimana disebutkan Ade Armando bahwa:
Pada saat Akbar I memegang tampuk pimpinan Mogul, kerajaan ini mencapai puncak kejayaannnya … kejayaan Akbar I masih dilanjutkan oleh tiga sultan setelahnya, Jahangir, syah jehan, dan Aurangzeb…namun setelah Aurangzeb, tahta kerajaan diduduki oleh raja-raja yang lemah…kemantapan stabilitas politik yang dicapai Akbar membawa kemajuan di bidang-bidang lain. dalam bidang ekonomi, kesultanan Mughol dapat mengembangkan program pertambangan, dan pertanian. Hasil-hasil pertanian diekspor ke Eropa, Afrika, Arab, dan Asia Tenggara, bersama dengan hasil kerajinan seperti pakaian tenuan dan kain yang banyak diperoduksi di Gujarat dan Bengal. Untuk meningkatkan produksi, Jahangir juga mengizinkan Inggris dan Belanda mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat.
2.2.3. Periode Kemunduran dan Kehancuran (1707-1858)
Periode ini di mulai dengan naiknya Bahadur Syah I sebagai raja ketujuh kerajaan Mongol pada tahun (1707) dan berakhir pada kehancuran kerajaan ini untuk selama-lamanya pada tahun 1858 akibat ekspansi militer Inggris setelah melemahnya kekuatan raja Bahadur Syah II disebabkannya banyak pemberontakan dan hilangnya kesetiaan anggota kerajaan pada raja.
Namun secara singkat keruntuhan dan kehancuran kerajaan Mongol dikarekan empat faktor, yaitu:
1. Kerajaan Mongol pada periode pertengahannya sampai akhir dipimpin oleh raja-raja yang tidak berkompeten dan lemah dalam mengatur kesetabilitasan negara.
2. Kebijaksanaan Aungrazeb yang cenderung mengarah kepada prilaku kasar dan dzolim terhadap rakyatnya ketika melaksanakan ide-ide puritannya. Sehingga menimbulkan konflik antar pemeluk agama yang tidak bisa dihindarkan dan sulit dipadamkan oleh raja-raja setelahnya.
3. Kurangnya perhatian terhadap angkatan pertahanan.
4. Bobroknya moral para elit politik dan kehidupan glamor mereka yang sangat berlebihan sehingga mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
2.3. Aktifitas Sosial Masyarakat
2.3.1. Toleransi keberagamaan
Hal ini tercermin dengan adanya sikap saling memahami di antara para pemeluk agama yang berada di bawah kekuasaan Mongol, India pada hususnya; sebagaimana diilusterasikan Karen Amstrong:
… Akbar tidak menindas atau menganiaya rakyatnya, dan tidak pula berupaya memaksa mereka berpindah agama…setiap kasta Hindu memiliki upacara peribadatan sendiri, dan demikian pula dengan Yakobiyah, yahudi, Jayn, Kristen, Zoroaster, Islam sunnu dan Ismaili semuanya diizinkan menjalankan ibadah tanpa hambatan. Selama abad ke-14 dan ke-15, orang-orang Hindu dari semua kasta, dan bahkan beberapa orang muslim, menggabungkan kekuatan untuk membangun sebuah bentuk monoteisme dan kontemplatif, dan (mereka) bersumpah untuk menghentikan intoleransi sektarian.
Namun perlu difahami bahwasanya toleransi yang sangat berharga ini hanya terjadi pada masa pemerintahan Akbar I saja, karena setelah wafatnya Akbar terbukti telah banyak kekacauan yang melemahkan kekuasaan Negara di sebabkan kebijakan keberagamaan yang inklusif dan fanatik, hususnya pada masa kekuasaan Aurangzeb.
Akbar Syah yang tekenal sebagai tokoh agamawan yang sangat besar sikap toleran dan puralismenya dalam beragama adalah sosok raja yang menganut faham keagmaan din ilahi (agama Tuhan), sebuah corak keberagamaan seseorang yang terkesan mencampur adukan (sinkretisme) agamaIslam dengan Hindu, sebuah faham yang banyak menimbulkan gejolak idenditas agama itu sendiri. Beberapa ajaran din ilahi (agama Tuhan) adalah:
1. Salam pertemuan anggota din ilahi adalah الله اكبر (Allah Maha Besar) dan dijawab dengan جلاجلاله (Allah Maha Agung).
2. Setiap pengikut aliran ini harus mengadakan pesta kematian untuk menyongsong datangnya kematian.
3. Setiap pengikut aliran ini harus berulang tahun dan memberian sedekah.
4. Tidak boleh maka daging sapi, tapi boleh menganjurkan orang lain untuk memakannya.
5. Jika ada seorang pengikut yang mati, maka ahli waris harus membuangnya ke sungai kemudian mengeluarkannya dan membakarnya.
6. Pengikut yang mati dikuburkan dengan arah kepala di arah timur dan kakinya di arah barat. Posisi tidur pengikut ajaran ini juga sama dengan posisi orang mati di dalam kuburnya.
7. Acara kematian setiap pengikut harus diperingati dengan pakaian warna merah.
8. Sajadah (sujud menciu tanah) lazim diberikan kepada araja.
9. Babi dianggap bersih dan suci.
10. Salat, puasa, dan haji tidak wajib.
11. Mandi junub setelah bersenggama dengan istri tidak wajib.
12. Dalam setahun terdapat 14 hari raya.
13. Belajar fikih, bahasa arab, tafsir, agama, dan hadiots dianggap tidak baik.
14. Akbar menolak keabsahan isro’ mi’roj Nabi saw.
15. Khitan, wajib.
16. Syahadah pengikut aliran ini adalah لاالهَ الا الله اكبر خليفة الله
17. Adzan tidak boleh dikumandangkan di kerajaan.
2.3.2. Perdagangan
Pada masa kerajaan Mongol, telah terjadi interaksi sosial yang mengagumkan dan dan banyak menarik keuntungan masyarakat Mongol. Interaksi tersebut adalah perdagangan. Pada masa kerajaan Mongol kebijakan Negara telah berhasil mendorong masyarakatnya untuk melakukan perdagangan, baik yang bertaraf regional ataupun internasional, impor atau ekspor. Namun yang paling menakjubkan adalah kemampuan administrasi kerajaan Mongol dalam mengatur kesetabilitasan perdagangan internasionalnya, yang dimulai pada abad ke-17 M. Adapun barang-barang yang menjadi komoditas ekspor waktu itu adalah sutera, kain, kerajinan tangan, dan tempat minuman. Adapun pusat kerajinannya adalah Gujarat dan pasar perdagangannya adalah Kongo.
Pada abad ke-18 M masyarakat Mongol atas kebijakan kerajaan mulai mengembangkan perdagangan internasionalnya ke daratan Eropa dan keputusan tersebut terbukti sangat tepat, karena tidak terlalu lama setelah komoditas Mongol merambah pasar Eropa, para pelaku pedagang tersebut berhasil menjadi penyuplai terbesar.
2.3.3. Pertanian
Beberapa sebab kemajuan pertanian di Mongol:
1. Luasnya teritorial Mongol, yang meliputi seluruh kawasan India dan ancaman dari pihak luar atau pemberontakan memaksa pemerintah membentuk angkatan perang yang tidak sedikit. Diterangkan bahwa angkatan militernya yang terdiri dari pasukan berkuda, pasukan bergajah, pejalan kaki, pengangkut barang mencapai sekitar 200.000 pasukan.
2. Perdagangan yang telah merambah kawasan internasional dengan berbagai komoditasnya secara tidak langsung memaksa pemerintah untuk mensejahterakan para petani sebagai penyuplai bahan mentah komoditas tersebut.
Dan yang menarik dari kekuasaan Mongol adalah perubahan sistem pertanian di India. India yang sebelum berdirinya kerajaan Mongol adalah daerah subur yang sangat cocok untuk lahan pertanian. Namun sebelum kekuasaan Babur, raja Mongol yang pertama sistem perairan perkebunan atau lahan persawahan masih menggunakan sistem kuno, yaitu dengan menyirami lahan tersebut, namun setelah babur menjadi raja dan kerajaan Mongol berdiri system pengairan tersebut dirubah dengan pembangunan kanal-kanal dan saluran air yang terhubung langsung dengan sungai sekitarnya. Sebagaimana diterangkan A. L. Srivastana:
There had existed gardens in India long before the advent of the mughuls; but they were not geometrically design and erected pleasances in all cases. Babur brought to our country the new style of gardens wich had been developed in Persia and Turkistan and whose chief characteristics were “artificial irrigation in the form of channels. Basins or tanks and dwarfwater-falls.
2.3.4. Pertukaran Mata Uang (Money Changging)
Hal ini terjadi mulai kebijaksaan kerajaan Mongol untuk memberikan kesempatan pada para investor asing, hususnya negara barat menanamkan modalnya di daerah kekuasaan kerajaan Mongol.


2.3.5. Akulturasi Budaya Islam dan Hindu
Hal semacam ini tidaklah aneh bahkan sudah lumrah, bahwasanya apabila terdapat perjumpaan dan interaksi yang panjang di antara kebudayaan yang berbeda pasti akan menghasilkan kebudayaan yang baru. Kesimpulan ini bias kita lihat dari banyaknya bangunan di India sekarang ini yang secara langsung melambangkan adanya akulturasi budaya, seperti Taj Mahal, Masjid Agung, makam Akbar dan lain-lain.
Bahkan akulturasi tersebut tidak saja terbatas pada segi arsitektur bangunan saja, tetapi juga merambah pada bahasa masyarakat Mongol waktu itu dengan lahirnya Bahasa Urdu, bahasa yang lahir akibat dari akulturasi bahasa Arab, Persia, dan India. Sebagaimana yang disebutkan Ande maykel:
كما ينبغي ألا نشيح ايضا عن منمجزات الثقافة المغولية, ان الاسلام الدي بدأ يمد هنا حدود تراثه مع كبير, المتصوف الاسطوري للقرن الخامس عشر والدي تتنازع انتماءهأيضا الهندوسية ودالك عشية انتصار بابور, ان هدا الاسلام يضيف الان الى مجموعة أدابه الواسعة على الاقل لغتين أساسيتين : فالى جانب الللغة العربية المستخدمة في العلوم الدينية والشعر الفارسي الدي ازدهر في بلاط دلهي, ها هي اللغة البغالية التي وصلت الى قمة نضجها مع الشاعر الكبير مير الدي نشأ في اوسط الدراويش ( 1713-1810) ولغة الأوردو وهي نتاج اختلاط كل من اللغات الهندسية والفارسية والعربية.
ونفس المزج, ان جاز لنا القول, نراه في الفن, اد ان فارس تفسح لنفسها مكان الصدارة دون ان تستبعد كلية التأثيرات العثمانية او حتى الأوروبية, وخاصة دون ان تمتنع الاقتباسات المحلية فقد بدأ أجر المساجد الآيرانية يتراجع عن واجهات الابنية آمام الحجر الصافي الدي يعد زخرفة في حد داته مثل الرخامالابيض في تاج محل الشهير (لوحة 125) حيث راحت الهند- مثلما حدث في اسبانيا- تنهل من تنغيم المسطحات العريضة والخضرة والماء, وهي المكونات التي يحلم بها كل مهندسي العالم.
2.3.6. Industri
Industri yang paling berkembang di masyarakat Mongol waktu itu adalah industri kaian dan pabrik pakaian pakaian. Pada masa itu pabrik kain bisa ditemukan diberbagai kota, namun sebaliknya pusat industry pakaian hanya terdapat di beberapa tempat saja, seperti Agra, Banaras, Jaunpur, Patna, Burhanupur, Lucknow, Khairabad dan yang lain. Sedangkan untuk bahan mentah berupa kain mereka beli dari pabrik-pabrik kain yang ada di daerah sekitarnya. Sebagaiman pendapat A.L. Srivasta:
Agriculture and Industry … the most important industry was cultivation of cotton and manufacture of cotton cloth. Cotton industry was known to every village and cotton cloth for local use was produced all over the country. But Agra, Banaras, Jaunpur, Patna, Burhanpur, Lucknow, Khairabad, and many other place in Bidar, Bangal, Bihar and Malwa, were famous for their fine goods. Subsidiarydyeing industry flourished side by side with the cotton industry.
2.4. Sikap Masyarakat Terhadap Kerajaan
Sikap masyarakat India terhadap kerajaan Mongol terklasifikasikan menjadi dua:
1. Kelompok netral
Kelompok ini diwakili oleh masyarakat yang menyibukan diri dengan berbagai aktifitas, kecuali politik dan menjalani keberagamaan mereka berdasarkan prinsip tasamuh (toleransi); baik dari kalangan mayoritas, Hindu atau kalangan minoritas, Islam.
Sebenarnya mayoritas masyarakat Mongol adalah masyarakat yang patuh terhadap keajaan, apalagi ketika tampuk kendali tetinggi negara masih dipegang empt raja paruh awal kerajaan tersebut. Hal ini tidaklah mengherankan karena pada waktu itu kebijakan kerajaan sangat berpihak kepada rakyat, baik di bidang ekonomi, politik, budaya, dan toleransi keberagaman.
2. Bersikap oposisi dan mengadakan perlawanan
Kelompok ini diwakili oleh para pemimpin Hindu dan Sikh. Perbedaan sikap yang sangat berbeda ini dimulai sejak banyaknya perubahan kebijakan pemerintahan yang dipimpin oleh Syah Jihan, aja dinasti Mongol yang kelima, yang dianggap para pemelk agama Hindu kebijaksanannya sering mengekang ekspresi corah hidup berkeagamaan mereka dan terlalu diskriminatif.
Di antara kebijakan-kebijakan yang mematik timbulnya pemberontakan adalah:
1. Sikap kerajaan yang terlalu curiga kepada pemeluk atau madzhab yang tidak sefaham dengan kerajaan.
2. Sikap kerajaan yang terlalu sekterian.
3. Minuman keras dan daging babi dilarang secara formal dan mengikat seluruh lapisan masyarakat; baik yang Islam, Hindu, Kristen dan yang lainnya. Dampak dari kebijakan ini adalah terjadinya kesenjangan diplomasi dan interaksi sosial kerajaan Mongol yang Islami dengan mayoritas masyarakat Mongol yang beragama Hindu.
4. Sikap raja yang mulai enggan menghadiri upacara-upacara agama hindu.
5. Pajak hany dibebankan kepada pemelu agam hindu.
6. Banyak pura, tempat ibadah orang Hindu yang dihancurkan karena diskrimnasi kerajaan yang keterlaluan.
3. PENUTUP
3.1. Simpulan
Kerajaan Mongol di India adalah salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang terkhir dan mampu bertahan selama tiga abad lebih. Hal ini perlu menjadi catatan sejarah yang perlu dipelajari dan diaplikasikan nilai-nilai kebaikannya dalam masyarakat modern ini.
Kerajaan ini mengalami puncak kejayaannya ketika raja yang berkuasa mmpu menerapkan sikap tasamuh (toleransi) keberagamaan di daerah kekuasaannnya tanpa menutup mata pada faktor-faktor yang lain.
Kerajaan ini telah banyak menelorkan kebijaksanaan yang berpihak pada rakyat dan akhirnya membuahkan masa kejayaannnya dengan berbagai macam lapangan kerja yang berhasil dibangun dan dikembangkan dengan profesional.
Masa kehancuran keajaan ini terjadi ketika para raja yang berkuasa secara silih berganti tidak mampu lagi meneapkan sifat toleransi, terlalu fanatik kepada agama, madzhab, cara keberagamaan yang dipegangnya, serta kurangnya kemampuan untuk mengendalikan kestabilitasan perdamaian dan keamanan kerajaan dari pihak luar.
3.2. Referensi
Amstrong, Karen. 2003. Islam Sejarah Singkat. Terj. Fungki Kusnaidi Timur. Yogyakarta: Penerbit Jendela.
Armando, Ade etl. tt. ENSIKLOPEDIA ISLAM UNTUK PELAJAR. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
http://muchad.info/muchad/perkembangan-daulah-mugholiyah.html.6.55. 11 Juni 2010
Khoir, Abdul etl. Tt. ENSIKLOPEDIA DUNIA ISLAM, KHILAFAH, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Lal Srivastava, Ashirbadi. 1957. The Mughul Empire. Agra College: Janta Press.
Mansur. 2004. Peradaban Islam. Yogyakarta: Global Pustaka. Cet. I.
Maykel, Andre. Tt. Al-Islam Wa Hadhorothuhu, terj. Zainab Abdul Aziz. Bairut: Mansyuroh Al-Maktabah Al-Asriyah.
Najib, Mahmud. 1998. Zaki Qisshothul Hadhoroh; al-Hindi Wa jiironuhu. Bairut: Dar al-Jil
S. Ahmed, Akbar. 2003. Rekonstruksi Sejarah Islam, pent. Amru Nst. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar